Tuban/BK – Drama penambangan pasir silika ilegal di Hargoretno, Tuban, bukan lagi sekadar kasus kriminal, melainkan sebuah borok sistematis yang menjijikkan yang mempertontonkan kelumpuhan dan dugaan pengkhianatan di tubuh institusi negara.

Sosok Pak Ida, oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diduga menjadi motor operasi perampasan kekayaan negara ini, kini tak hanya bersembunyi di balik seragam sipilnya, tetapi juga menunjukkan arogansi kekuasaan yang terang-terangan.

Pasalnya Ketika media berupaya mengkonfirmasi dugaan pelanggaran ganda meliputi UU Minerba dan penyalahgunaan BBM bersubsidi, Pak Ida justru memilih jalan pengecut atau Konfirmasi yang dilayangkan oleh wartawan melalui pesan WhatsApp hanya dibalas dengan pemblokiran nomor!

Tindakan ini adalah simbol yang menohok, Arogansi “Bekingan Berseragam” jauh lebih kuat daripada fungsi kontrol media dan kedaulatan hukum. Blokir itu adalah pengakuan diam-diam bahwa oknum tersebut merasa kebal, dilindungi oleh dinding kekuasaan yang tak terlihat, menjadikannya ‘idiot’ yang sesungguhnya karena meremehkan kekuatan publik.

Di tengah riuhnya laporan, kritik publik, masyarakat, hingga seruan aktivis, Polres Tuban benar-benar menunjukkan sikap yang mencengangkan, tutup mata total! Keheningan ini tidak bisa lagi diartikan sebagai kehati-hatian, melainkan pengabaian yang disengaja (deliberate negligence).

“Bagaimana mungkin aktivitas tambang yang beroperasi terbuka, yang melibatkan alat berat, merusak lingkungan, dan menyalahgunakan fasilitas negara (BBM bersubsidi), bisa luput dari radar penegak hukum di tingkat kabupaten?” Cetus publik atau beberapa masyarakat pada wartawan

Pertanyaan tajam pun mencuat dari kalangan masyarakat, Apakah mata Reskrim Polres Tuban telah dibutakan, atau sengaja disumbat oleh ‘upeti’ mingguan atau bulanan yang mengalir deras dari Pak Ida? Sehingga Tuban kini seolah memiliki hukum sendiri, yang tunduk pada kemauan para cukong berkedok PNS tersebut.

Namun disisi lain, Skandal ini tak akan lengkap jika tanpa menyinggung instansi yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan lingkungan dan aset negara. Informasi yang beredar di kalangan publik dan aktivis menyebutkan peran ESDM Jawa Timur yang patut dipertanyakan.

“Bahkan Tuduhan tak terhindarkan kini mengarah ESDM Jatim diduga bukan hanya gagal mengawasi, tetapi bahkan diduga menerima “Upeti” dari para penambang ilegal—termasuk Pak Ida—untuk memastikan operasi gelap mereka berjalan mulus” ucap sumber lain di lapangan yang enggan disebutkan namanya.

Jika ini benar, pernyataan berbagai sumber tersebut, maka instansi regulator telah berubah fungsi menjadi Penjaga Gawang Mafia Tambang, memperdagangkan izin dan membiarkan kerusakan lingkungan demi pundi-pundi pribadi.

Dalam hal ini tentunya, Kasus tambang ilegal di Tuban ini bukan lagi masalah Kapolda Jatim atau Polres. Ini adalah ujian integritas nasional yang harus dijawab oleh pimpinan tertinggi Kapolri.

Perintah keras untuk “sikat bersih bekingan tambang ilegal” yang sering sampaikan terbukti mandul di Tuban. Kami menuntut segera turunkan tim khusus Mabes Polri (Bareskrim/Propam lintas Polda) untuk mengambil alih kasus ini.

Bongkar tuntas aliran dana haram tambang silika Pak Ida, dari mana uang itu mengalir, dan siapa saja oknum berseragam yang namanya tercantum dalam buku kas hitam mafia ini?

Selain itu publik atau masyarakat juga mendesak Kejaksaan Agung RI untuk melakukan pengawasan ketat terhadap proses hukum yang mungkin sengaja “dipetieskan” atau “diperlemah” di tingkat lokal.

“Kejaksaan harus memastikan bahwa ketika pelaku diseret ke meja hijau, tuntutan yang diberikan adalah hukuman maksimal—bukan sekadar sandiwara tuntutan ringan yang membuat para mafia ini tertawa di atas penderitaan rakyat” tegas masyarakat yang geram dengan aktivitas penambangan liar tersebut.

Negara tidak boleh kalah oleh oknum PNS arogansi yang memblokir nomor wartawan, dan tidak boleh ditundukkan oleh lencana seragam yang disalahgunakan menjadi tameng kejahatan. Audit tuntas, tangkap aktor utama, dan seret semua bekingan berseragam ke pengadilan! Publik menanti bukti, bukan janji basi atau omon-omon.