Tuban,BK – Komitmen Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk “sikat habis” beking dan mafia tambang ilegal tampaknya menghadapi ujian nyata dan tantangan serius di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.

Di tengah gema komitmen nasional pemberantasan penambangan tanpa izin (PETI), aktivitas pengerukan material pasir silika ilegal di berbagai wilayah Tuban, termasuk Desa Wadung, Kecamatan Soko, dilaporkan justru berjalan lancar tanpa hambatan.

Tentunya situasi ini memicu kecaman publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitas penegakan hukum setempat, dan Salah satu sorotan utama yakni penambangan pasir silika diduga ilegal yang dikelola oleh Yudi.

Pasalnya, Yudi diduga pelaku tambang ilegal ini sendiri informasinya sudah merasa kebal hukum, lantaran dikabarkan berlindung di balik nama familinya yang merupakan mantan narapidana terorisme (napiter) terkenal.

Fakta di lapangan menunjukkan sejumlah besar alat berat ekskavator bebas mengeruk material, yang kemudian diangkut menggunakan puluhan truk melintasi jalan umum untuk dijual.

Tentunya Kegiatan ini disinyalir merugikan negara dan masyarakat secara ganda, diantaranya yakni, Tidak adanya izin resmi berarti tidak ada pembayaran pajak dan royalti (Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP).

Pencurian Hak Rakyat, atau Pelaku kejahatan lingkungan ini diduga kuat menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk operasional alat berat mereka, yang seharusnya dialokasikan bagi masyarakat miskin.

“Serta Aktivitas tambang Ilegal ini pastinya sudah menyebabkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur publik” ucap beberapa aktivis dan masyarakat setempat yang meminta namanya dirahasiakan

Masyarakat setempat dan pegiat lingkungan menuding bahwa inaksi aparat penegak hukum (APH), khususnya Polres Tuban, dalam menumpas kejahatan ini diduga kuat karena adanya “aliran dana atensi” dari para pelaku.

Artinya, duit suap lebih berharga daripada keadilan rakyat dan kelestarian lingkungan, sehingga Penegak hukum setempat terkhusus Polres Tuban diduga lindungi Mafia tambang tersebut.

“Bahkan informasi di lapangan ada juga salah satu oknum polisi setempat secara terang-terangan seakan membela aktivitas tambang, yakni dengan cara memburu keberadaan wartawan atau alamat media yang mempublikasikan berita tambang ilegal” cetusnya dengan nada lantang

Untuk diketahui publik, Aktivitas kejahatan lingkungan ini disebut terjadi masif, membentang dari wilayah Jatirogo hingga Montong, menjadikannya tamparan keras bagi wajah penegakan hukum di Indonesia.

Dugaan aktivitas penambangan ilegal ini secara jelas melanggar sejumlah ketentuan undang-undang yang berlaku, yaitu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba)
Pasal 158:

“Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Adapun Penjelasannya, Material pasir silika, sebagai mineral bukan logam, wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Pertambangan Rakyat (IPR) untuk kegiatan operasi produksinya. Dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) juncto UU Cipta Kerja
Pasal 55:

Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi dan/atau disediakan untuk kepentingan masyarakat.

Selain itu, Penggunaan BBM bersubsidi (Solar) untuk kegiatan komersial besar seperti operasional alat berat tambang ilegal merupakan bentuk penyalahgunaan yang dapat dikenakan sanksi pidana.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b (Penyuapan):

Dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara atau memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban.

Adapun Penjelasannya yakni, Dugaan “aliran dana atensi” kepada APH dapat dikategorikan sebagai tindak pidana suap (gratifikasi) yang bertujuan memengaruhi keputusan atau pembiaran tindak pidana.

Penegakan hukum yang tegas terhadap kasus di Tuban ini dinantikan publik sebagai pembuktian nyata atas komitmen negara dalam menjaga sumber daya alam dan menegakkan keadilan.