Kediri//BK – Skandal pembiaran judi darat di Sawahan, Plemahan, Kediri, yang diduga melibatkan bandar Hendro, terus merangkak naik dari sekadar isu kriminal menjadi krisis institusional yang memalukan.

Setelah manuver busuk Kapolsek Plemahan AKP Gatot Pesantoro dengan memblokir komunikasi wartawan, kini giliran sang bandar Hendro yang menunjukkan gelagat keputusasaan yang diselimuti kelicikan.

Sebelumnya, Hendro yang jumawa tak hanya berani menantang integritas aparat, tapi juga mencoba menjebak jurnalis dengan modus penawaran iklan. Ia mengumbar niat jahat tersebut sebagai bentuk pelanggaran etika jurnalistik jika diterima.

Sebuah manuver yang menunjukkan betapa rendahnya moral dan tingginya arogansi bandar yang diduga merasa di atas hukum. Dan Strategi Bisu yang Membawa Petaka
Aksi Kapolsek Plemahan AKP Gatot Pesantoro memblokir nomor WhatsApp jurnalis menjadi titik didih krisis ini.

Tindakan ini bukan sekadar menghindari konfirmasi, melainkan agresi nyata terhadap fungsi kontrol sosial. Jika aparat di level Polsek sudah berani membungkam media, publik bertanya.

Apa yang sebenarnya disembunyikan. Dan mengapa perlindungan terhadap bandar judi ini jauh lebih penting daripada transparansi kepada masyarakat ataupun publik.

Bahkan tak lama setelah publikasi berita yang menelanjangi kelakuan Hendro dan sikap bungkam aparat, bandar yang sempat tengil itu tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda kepanikan.

Hendro, yang sebelumnya penuh percaya diri, kini dilaporkan kembali menghubungi nomor redaksi Beritakolusi. Bukan untuk menantang lagi, melainkan untuk mengajak bertemu. Entah apa agenda di balik ajakan mendadak ini.

Sumber redaksi menyatakan, ajakan tersebut memicu alarm bahaya. Redaksi memutuskan tidak memenuhi permintaan pertemuan tersebut, khawatir akan adanya indikasi licik, jebakan baru, atau upaya penyuapan terselubung dari sang bandar yang terdesak.

“Perubahan sikap Hendro dari angkuh menjadi gusar adalah bukti telak bahwa publikasi dan tekanan media masih menjadi satu-satunya kekuatan yang ditakuti oleh mafia dan oknum. Sikap menolak pertemuan adalah bentuk penolakan terhadap intervensi uang haram yang bisa merusak idealisme pers,” tegas seorang pemerhati hukum.

Sementara, kelambanan dan kebungkaman total dari Polres Kediri dalam kasus ini telah menciptakan narasi berbahaya, aparat penegak hukum di Kediri seolah lumpuh dan tunduk pada arogansi uang haram.

Kasus ini kini menjadi cermin buram bagi Polri di Kediri. Di satu sisi, ada bandar yang merasa kebal dan leluasa mencoba untuk menjebak media. Di sisi lain, ada Kapolsek yang memilih blokir daripada bertindak.

Dan di puncaknya, ada Polres yang memilih bungkam seolah menanti badai berlalu.
Kepada siapa Hendro menelepon saat gusar, Mengapa ia tidak segera ditangkap jika memang tidak ada backing kuat.

Tuntutan untuk Polda Jatim mengambil alih kasus ini, menangkap Hendro dan jaringannya, serta melakukan penyelidikan Propam terhadap Kapolsek Plemahan kini menjadi kewajiban mutlak.

Mengingat Ini adalah momen kritis bagi Polri untuk membuktikan bahwa negara tidak akan pernah kalah oleh arogansi mafia judi, apa pun bekingannya.