Jombang, BK – Proyek rabat jalan lingkungan di Desa Kedungbetik, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, yang menelan anggaran Rp150 juta dari Dana Desa Tahun Anggaran 2025, kini menjadi sorotan tajam. Jalan sepanjang 167 m x 2,8 m x 20 cm yang baru dikerjakan justru sudah retak di beberapa titik saat dipantau pada Jumat (3/10/2025).
Temuan ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan rabat beton tidak sesuai aturan konstruksi. Indikasi penyimpangan bukan lagi sekadar isu, melainkan bukti fisik bahwa proyek ini asal jadi.
Secara teknis, rabat beton wajib memenuhi standar SNI: mulai dari pemadatan tanah dasar, pemasangan pondasi agregat, pemasangan tulangan besi, pengecoran beton mutu K-225/K-250, hingga proses curing minimal 7 hari.
Namun, di lapangan, pekerjaan ini diduga melewati sebagian besar tahapan. Beton dituang langsung di atas tanah tanpa pondasi, tidak ada tulangan, dan perawatan pasca-cor diabaikan. Akibatnya fatal: jalan yang baru selesai sudah retak.
“Baru beberapa hari jadi, kok sudah retak. Padahal anggarannya Rp150 juta. Jelas ini bukan pembangunan untuk rakyat, tapi permainan anggaran,” kata salah satu warga dengan nada kesal.
Sebagai penanggung jawab penuh Dana Desa, Kepala Desa Kedungbetik, Said Mashar, kini berada di bawah sorotan publik. Nama dan jabatannya melekat langsung pada penggunaan dana negara tersebut.
Publik menilai, proyek ini kuat dugaan telah direkayasa: spesifikasi teknis dipangkas untuk menghemat biaya, sementara laporan keuangan tetap dicatat sesuai anggaran penuh. Pertanyaannya: ke mana larinya sisa uang rakyat?
Jika dugaan ini benar, maka Said Mashar tidak hanya menghadapi persoalan moral sebagai pemimpin desa, tetapi juga ancaman hukum pidana.
Menurut pakar hukum publik, kondisi proyek seperti ini berpotensi masuk kategori tindak pidana korupsi. Berdasarkan UU No.31/1999 jo. UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Kepala Desa bisa dijerat pasal penyalahgunaan kewenangan dan penggelapan anggaran negara.
“Retakan dini adalah bukti fisik bahwa spesifikasi tidak dipenuhi. Kalau laporan administrasi menyebut ada pondasi dan tulangan, sementara faktanya tidak ada, itu masuk ranah pidana korupsi. Kepala Desa sebagai penanggung jawab harus siap diperiksa,” tegas seorang akademisi hukum dari Surabaya.
Masyarakat mendesak Inspektorat Jombang segera mengaudit proyek rabat beton Kedungbetik. Jika ditemukan selisih antara laporan dan fakta lapangan, warga berharap Kejaksaan Negeri Jombang segera menindaklanjuti dengan penyidikan.
“Ini uang negara. Said Mashar jangan pura-pura tidak tahu. Kalau terbukti ada permainan, dia harus diproses hukum. Jangan tunggu sampai jalan rusak parah baru bergerak,” tegas seorang aktivis antikorupsi.
Ironisnya, saat dikonfirmasi wartawan terkait proyek bermasalah ini, Sekretaris Desa Kedungbetik justru memilih bungkam. Nomor wartawan yang mencoba meminta klarifikasi malah diblokir. Sikap ini semakin menambah kecurigaan publik bahwa ada sesuatu yang sedang ditutup-tutupi di balik proyek Rp150 juta tersebut.

Tim Redaksi