TUBAN, BK – Aroma busuk dugaan beking orang kuat berseragam di balik aktivitas tambang pasir silika ilegal di Dusun Bawi, Desa Hargoretno, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, semakin kuat dan tak terbantahkan.

Aktivitas pengerukan yang menurut informasi dilakukan oleh “Pak Ida” oknum (PNS) tersebut terus berjalan leluasa, seolah kebal hukum dan dilindungi benteng kekuasaan.

Bahkan Ironisnya lagi, meskipun laporan dan pemberitaan gencar telah berulang kali disampaikan, khususnya kepada Polres Tuban, penindakan hukum justru terkesan lumpuh dan terorganisir secara sistematis.

Pembiaran ini tentu bukan hanya sekadar kelalaian, melainkan pengkhianatan terhadap amanah undang-undang dan kerugian negara yang nyata. Melihat aktivitas tambang silika di wilayah Hargoretno tersebut sudah memiliki dua dosa besar yang jelas melanggar hukum.

Diantaranya, Praktik penambangan tanpa izin resmi (IUP/Izin Usaha Pertambangan) melanggar tegas Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dan Ancaman pidananya tidak main-main, penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.

Selanjutnya, Penggunaan alat berat (ekskavator dan truk) yang diduga kuat menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jelas merupakan tindak pidana penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi.

Tentunya dalam hal ini sudah melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ini adalah kejahatan ganda, merusak lingkungan dan merampok hak rakyat miskin atas subsidi negara.

Oleh sebab itu, tak salah jika masyarakat menyoal kinerja aparat penegak hukum, serta para pejabat negara, dan menurutnya Pembiaran atas praktik ilegal yang merugikan negara, lingkungan, dan masyarakat ini adalah cermin buram kegagalan institusi penegak hukum, khususnya Polri, di Tuban.

“Publik atau masyarakat tidak butuh klarifikasi normatif atau janji investigasi yang menguap. Yang dibutuhkan adalah tindakan hukum yang setegas Pasal 158 UU Minerba. Jika laporan berulang kali tidak mempan, lantas apa gunanya fungsi reserse?” Ucap publik atau masyarakat yang enggan disebutkan namanya dengan nada kecewa

Lebih lanjut sumber ini dengan tegas menyampaikan, Apakah kekayaan alam Tuban kini tunduk pada beking yang mengenakan lencana yang sama dengan oknum aparat penegak hukum? Bukankah penegakan hukum seharusnya tegak lurus, bukan meliuk-liuk mengikuti irama kepentingan ‘orang kuat’?

“Kepada Kapolda Jatim dan Kapolri, Kasus tambang silika Hargoretno ini bukan lagi sekadar kasus lokal, melainkan sudah menjadi barometer integritas institusi Polri” cetusnya.

Tidak sampai disitu saja, bahkan publik atau masyarakat ini juga melontarkan Pertanyaan besar dan menusuk, Mungkinkah pembiaran sistematis ini terjadi karena “upeti” yang mengalir hingga ke level yang lebih tinggi?

“Apakah ada oknum di level Kapolda Jatim atau bahkan oknum Mabes Polri yang sengaja menutup mata, menjadikan Tuban sebagai “zona nyaman” perampok kekayaan alam?” Tegasnya.

Sementara sesampainya berita edisi yang kesekian kalinya ini diterbitkan, para pihak polres Tuban maupun Polda Jatim masih memilih bungkam dan tak ada satupun yang nongol publik menyikapi permasalahan tambang diduga ilegal tersebut.

Namun disamping itu, sangat pantas untuk diketahui masyarakat, bahwa Keheningan pejabat tinggi institusi berseragam cokelat ini adalah pernyataan diam yang mematikan. Mereka tidak hanya gagal melindungi lingkungan, tetapi juga secara implisit menjadi pelindung para mafia tambang.

Jika Kapolda Jatim dan Mabes Polri tidak segera turun tangan membersihkan oknum-oknum di bawahnya, maka asumsi bahwa praktik ilegal ini diorganisir dan dibekingi oleh rantai kekuasaan di institusi penegak hukum akan semakin menguat dan tak terhindarkan.

Negara tidak boleh kalah oleh segelintir oknum yang memperkaya diri di atas kerusakan lingkungan dan penderitaan rakyat. Usut tuntas, tangkap pelaku utamanya, dan sikat oknum bekingnya!