Nganjuk//BK – Respons terbaru dari Kepolisian Resort Nganjuk (Polres Nganjuk) terhadap kasus dugaan judi sabung ayam di Desa Klurahan, Ngronggot, kembali menimbulkan tanda tanya besar, bahkan memperkuat kecurigaan publik mengenai adanya anomali dalam penegakan hukum di wilayah tersebut.

Kapolres Nganjuk, AKBP Henri Noveri Santoso, S.H., S.I.K., M.M., lewat berbagai pemberitaan di media membenarkan adanya tindak lanjut terhadap laporan tersebut.

Namun, hasil yang diumumkan sungguh ironis dan mengecewakan, lantaran pihaknya hanya memusnahkan sarana perjudian, sementara para pelaku, terutama bandar yang disebut bernama Rahmat, lagi-lagi berhasil lolos.

Kenyataan ini bukanlah sekadar kegagalan operasional biasa, melainkan sebuah pola yang berulang dan menyakitkan, seolah membuktikan bahwa polisi di Nganjuk hanya mampu menindak benda mati dan selalu kalah cepat dari para penjudi.

Menurut masyarakat atau publik pada wartawan menyampaikan, jika Keputusan untuk hanya memusnahkan sarana perjudian terpal, kurungan, atau arena sangat patut dikritisi.

Melihat kegagalan Memutus Rantai Kejahatan (The ‘Bandar’ Effect)
Tujuan utama pemberantasan judi adalah memenjarakan bandar dan pengelola (Rahmat), yang merupakan otak, pemodal, dan penanggung jawab utama kejahatan.

Tindakan hanya menghancurkan arena sama sekali tidak menciptakan efek jera. Bandar hanya perlu mengeluarkan sedikit biaya untuk membangun arena baru, dan aktivitas haram itu akan kembali beroperasi dalam hitungan hari.

“Polres Nganjuk harus jujur, apakah target operasi sebenarnya adalah penjahat, atau hanya sekumpulan bambu dan terpal. Jika hanya sarana yang dihancurkan, itu bukan penegakan hukum, melainkan pekerjaan tukang bongkar yang dibayar dari uang rakyat” ucap masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Lebih lanjut beberapa masyarakat menilai bahwa Kegagalan berulang kali dalam menangkap pelaku, yang selalu berhasil kabur sesaat sebelum aparat tiba, secara otomatis mengarah pada satu kecurigaan serius, adanya kebocoran informasi.

Aparat penegak hukum yang profesional seharusnya mampu menutup semua celah komunikasi, apalagi mengingat lokasi perjudian konvensional cenderung tetap.

Jika kebocoran terjadi terus-menerus, ini memperkuat tudingan masyarakat tentang adanya Oknum APH yang Main Mata sebuah skandal yang jauh lebih berbahaya daripada judi itu sendiri.

Masyarakat bertanya, mengapa bandar Rahmat selalu lebih cerdas dan cepat dari seluruh jajaran Polres Nganjuk? Jangan-jangan, yang bertindak sebagai alarm bagi Rahmat adalah orang dalam yang seharusnya bertugas menangkapnya. Kapolres harus segera membersihkan ‘rumah’nya sebelum membersihkan jalanan.

Mengabaikan Rasa Keadilan Publik
Laporan yang beredar sudah menyebutkan nama inisial bandar (Rahmat). Ketika nama pelaku utama sudah di tangan publik, namun aparat hanya mampu menunjukkan barang bukti berupa kayu dan terpal, ini menunjukkan kegagalan serius dalam memenuhi rasa keadilan dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

“Masyarakat tidak membutuhkan pembongkaran teaterikal, mereka butuh penangkapan yang menghasilkan proses pidana bagi figur yang menjadi biang keladi penyakit sosial. Tangkap Rahmat, Usut Oknum APH” tegasnya.

Sementara Untuk mencegah praktik ini menjadi ritual tahunan di mana polisi datang, membongkar, pergi, dan judi kembali beroperasi, Kapolres Nganjuk AKBP Henri Noveri Santoso dituntut untuk Mengubah Strategi Operasi.

Yakni dengan Melakukan penindakan dengan unit yang baru, rahasia, dan tanpa melibatkan personel dari Polsek setempat yang diduga menjadi sumber kebocoran. Dan segera tetapkan Rahmat sebagai target utama, tangkap, dan proses pidana sesuai Pasal 303 KUHP yang mengancam hukuman penjara maksimal sepuluh tahun.

Selanjutnya publik Meminta Propam Polda Jatim untuk segera melakukan penyelidikan internal (sidik etik) terhadap semua pihak yang terlibat dalam setiap operasi yang gagal menangkap pelaku.

Sebab kegagalan penangkapan yang terus berulang hanya akan mengesankan bahwa di Nganjuk, hukum hanya berlaku bagi ayam aduan, tetapi tidak berlaku bagi bandar judi.