Gresik, BK – Gelombang sorotan publik tengah mengarah ke SMAN 1 Gresik. Sejumlah wali murid mengaku diminta membayar iuran bulanan yang disebut sebagai “uang komite” sebesar Rp250.000 per siswa. Dengan jumlah peserta didik aktif mencapai 1.269 orang, nilai pungutan itu jika dikalkulasikan dapat mencapai sekitar Rp317 juta setiap bulan, atau lebih dari Rp3,8 miliar dalam satu tahun ajaran.

Informasi yang diterima redaksi menyebut, iuran tersebut dipungut secara rutin melalui perantara masing-masing kelas. Namun, belum ditemukan dokumen pendukung seperti berita acara, laporan pertanggungjawaban, atau mekanisme transparansi yang menjelaskan peruntukan dana secara resmi.

Beberapa wali murid menuturkan, memang ada siswa tertentu yang disebut mendapat pembebasan pembayaran. Namun, menurut mereka, hal itu hanya bersifat terbatas dan tidak mengubah kenyataan bahwa pungutan dilakukan secara menyeluruh kepada mayoritas siswa.

Padahal, regulasi nasional sudah mengatur secara tegas soal keterlibatan masyarakat dalam pendanaan pendidikan. Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa sekolah negeri hanya diperbolehkan menerima sumbangan sukarela, bukan pungutan wajib.
Sementara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menjamin hak setiap peserta didik untuk memperoleh layanan pendidikan tanpa adanya pungutan liar.

Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Saber Pungli mengklasifikasikan setiap penarikan dana tanpa dasar hukum yang sah sebagai bentuk pungutan liar (pungli).

Kepala SMAN 1 Gresik, Tohir, belum memberikan tanggapan atas kabar ini. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan belum mendapat respons.