Jombang, BK – Sepatah kata pun tak keluar dari mulut Kepala Desa Sawiji, Erwin Burhan, saat dikonfirmasi mengenai dana bagi hasil pajak 2025 sebesar Rp 110 juta. Uang ini sepenuhnya berasal dari pajak rakyat, namun saat pertanyaan diajukan, Kades memilih diam. Dalam ilmu audit, diam seperti ini menjadi sinyal awal yang memicu sorotan ketat terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan publik.
Dari perspektif psikologi pejabat publik, sikap bungkam kerap dikaitkan dengan mekanisme pertahanan diri ketika berada di bawah tekanan atau menghadapi pertanyaan sensitif. Diam bisa menjadi bentuk penghindaran konfrontasi, namun dalam konteks pengelolaan anggaran publik, perilaku ini menimbulkan persepsi publik yang meragukan transparansi dan integritas pengelolaannya.
Dana Desa tahun 2024 di Sawiji mencapai Rp 338.293.000 untuk proyek pembangunan, rehabilitasi, dan pengerasan jalan. Pembangunan Jalan Usaha Tani menelan Rp 143.216.000, sedangkan lima titik jalan lingkungan/gang menelan anggaran masing-masing Rp 44.592.500, Rp 72.425.000, Rp 36.683.500, Rp 15.991.700, dan Rp 25.384.500. Semua dana ini berasal dari uang rakyat yang dikelola pemerintah desa.
Catatan awal menunjukkan adanya dugaan perbedaan antara volume pekerjaan dan kualitas material dibandingkan rencana awal. Dokumen pertanggungjawaban, termasuk nota pembelian dan laporan keuangan, disebut perlu kajian lebih lanjut agar penggunaan dana publik dapat dipastikan sesuai peruntukan.
Bungkamnya Kades Erwin menegaskan satu fakta yang tak bisa diabaikan: ketika rakyat berhak mengetahui ke mana uang mereka mengalir, sepatah kata pun tak dijawab. Sikap diam ini menjadi sorotan tajam terkait transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, sekaligus menandai perlunya pengawasan lebih ketat dari pihak terkait. [RED]

Tim Redaksi