Bojonegoro/Blora, Beritakolusi – Setelah dua hari kasus ini meledak di ruang publik, kebisuan Polres Bojonegoro dan Blora kini bertransformasi menjadi arogansi yang membisu.

Publik kini tidak hanya melihat bungkam, tetapi mencium bau busuk ketakutan yang menjalar hingga ke tingkat yang lebih tinggi.

Mana taring Polda Jatim dan Jawa Tengah, Apa gunanya mutasi dan reshuffle jika mafia sebesar Jabrik masih bebas bergerak, Ini bukan lagi soal lambat, namun pementasan sandiwara hukum yang sengaja dibiarkan berlarut-larut.

“Masyarakat ataupun publik meminta Kapolda Jatim dan Kapolda Jateng berhenti bermain di zona abu-abu” ucap sumber di lapangan dari kalangan masyarakat yang enggan disebutkan namanya

Tak sampai disitu saja, bahkan Kritik pedas juga datang dari kalangan akademisi hukum, salah satunya berinisial Dr menyebut situasi ini sebagai erosi kepercayaan publik yang sistemik.

Polisi seharusnya menjadi tembok pelindung subsidi rakyat, bukan justru menjadi gerbang tol bagi para perampok. Ketika kedua Polres itu diam, pesannya jelas, Jabrik dan jaringannya adalah entitas yang lebih kuat dari hukum di wilayah tersebut.

“Mereka telah mendeklarasikan Bojonegoro dan Blora sebagai Zona Bebas Mafia, dan kepolisian setempat seolah menjadi Satpamnya,” tegasnya.

Masyarakat menuntut pertanggungjawaban yang nyata, bukan janji-janji klise. Jika Kapolda Jatim dan Jateng tidak segera menunjukkan hasil penangkapan dan penyitaan aset yang konkret terhadap Jabrik dan backing-nya, maka publik akan menganggap bahwa kebekuan hukum di dua wilayah ini sudah mendapat restu dari atasan tertinggi.

Rakyat tidak butuh press release basa-basi. Tapi butuh borgol melingkari tangan si mafia, dan kami butuh oknum-oknum bermental kotor yang melindungi mereka diseret ke Propam.

“Jangan sampai publik menyimpulkan bahwa seragam cokelat adalah payung paling efektif untuk kejahatan kerah putih di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” tutup sumber masyarakat.